Translate

Kamis, 11 Oktober 2012

APA SAJA YANG BOLEH DIKERJAKAN WANITA?

PERTANYAAN


Bagaimana hukum wanita bekeria  menurut  syara'?  Maksudnya: bekerja  di  luar  rumah seperti laki-laki. Apakah dia boleh bekerja dan ikut  andil  dalam  produksi,  pembangunan,  dan
kegiatan  kemasyarakatan?  Ataukah  dia  harus terus-menerus

menjadi tawanan dalam rumah, tidak boleh melakukan aktivitas
apa  pun?  Sementara kami sering mendengar bahwa agama Islam

memuliakan  wanita  dan   memberikan   hak-hak   kemanusiaan
kepadanya   jauh   beberapa   abad   sebelum   bangsa  Barat

mengenalnya. Apakah aktivitas  yang  ia  lakukan  itu  tidak
dapat  dianggap  sebagai  haknya  yang akan menjernihkan air

mukanya, sekaligus dapat menjaga  kehormatannya  agar  tidak
menjadi  barang  dagangan  yang  diperjualbelikan  seenaknya

ketika dibutuhkan atau dikurbankan ketika darurat?


Mengapa wanita  (muslimah)  tidak  boleh  terjun  ke  kancah
kehidupan  sebagaimana  yang  dilakukan wanita-wanita Barat,

untuk menjernihkan kepribadiannya dan memperoleh hak-haknya,
agar  dapat  mengurus  dirinya sendiri, dan ikut andil dalam

memajukan masyarakat?


Kami ingin mengetahui batas-batas syariah terhadap aktivitas
yang  diperbolehkan bagi wanita muslimah, yang bekerja untuk

dunianya tanpa  merugikan  agamanya,  lepas  dari  kekolotan
orang-orang  ekstrem  yang  tidak  menghendaki  kaum  wanita

belajar dan bekerja  serta  keluar  rumah  walau  ke  masjid
sekalipun.  Juga jauh dari orang-orang yang menghendaki agar

wanita muslimah lepas  bebas  dari  segala  ikatan  sehingga
menjadi barang murahan di pasar-pasar.


Kami  ingin  mengetahui  hukum  syara'  yang  benar mengenai

masalah  ini  dengan  tidak   melebih-lebihkan   dan   tidak
mengurang-ngurangkan.


JAWABAN


Wanita  adalah  manusia  juga  sebagaimana laki-laki. Wanita

merupakan bagian  dari  laki-laki  dan  laki-laki  merupakan
bagian dari wanita, sebagaimana dikatakan Al-Qur'an:


"...  sebagian  kamu  adalah turunan dari sebagian yang lain

..." (Ali Imran: 195}


Manusia merupakan  makhluk  hidup  yang  diantara  tabiatnya
ialah berpikir dan bekerja (melakukan aktivitas). Jika tidak

demikian, maka bukanlah dia manusia.


Sesungguhnya Allah Ta'ala  menjadikan  manusia  agar  mereka
beramal, bahkan Dia tidak menciptakan mereka melainkan untuk

menguji siapa diantara mereka yang  paling  baik  amalannya.
Oleh   karena   itu,   wanita  diberi  tugas  untuk  beramal

sebagaimana laki-laki - dan  dengan  amal  yang  lebih  baik
secara  khusus  - untuk memperoleh pahala dari Allah Azza wa

Jalla sebagaimana laki-laki. Allah SWT berfirman:


"Maka  Tuhan  mereka  memperkenankan  permohonannya  (dengan
berfirman),  'Sesungguhnya  Aku  tidak  menyia-nyiakan  amal

orang-orang  yang  beramal  diantara  kamu,  baik  laki-laki
maupun perempuan...'" (Ali Imran: 195)


Siapa  pun yang beramal baik, mereka akan mendapatkan pahala

di akhirat dan balasan yang baik di dunia:


"Barangsiapa yang mengeryakan  amal  saleh,  baik  laki-laki
maupun  perempuan  dalam  keadaan beriman, maka sesungguhnya

akan  Kami  berikan  kepadanya  kehidupan  yang   baik   dan
sesungguhnya  akan  Kami  beri  balasan kepada mereka dengan

pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."
(an-Nahl: 97}


Selain  itu,  wanita  -  sebagaimana  biasa dikatakan - juga

merupakan separo dari masyarakat manusia,  dan  Islam  tidak
pernah   tergambarkan   akan   mengabaikan   separo  anggota

masyarakatnya serta menetapkannya beku  dan  lumpuh,  lantas
dirampas kehidupannya, dirusak kebaikannya, dan tidak diberi

sesuatu pun.


Hanya saja tugas wanita yang pertama dan  utama  yang  tidak
diperselisihkan  lagi ialah mendidik generasi-generasi baru.

Mereka memang disiapkan oleh Allah  untuk  tugas  itu,  baik
secara  fisik  maupun mental, dan tugas yang agung ini tidak

boleh dilupakan atau  diabaikan  oleh  faktor  material  dan
kultural  apa  pun.  Sebab, tidak ada seorang pun yang dapat

menggantikan peran kaum wanita  dalam  tugas  besarnya  ini,
yang padanyalah bergantungnya masa depan umat, dan dengannya

pula terwujud kekayaan yang  paling  besar,  yaitu  kekayaan
yang berupa manusia (sumber daya manusia).


Semoga Allah memberi rahmat kepada penyair Sungai Nil, yaitu

Hafizh Ibrahim, ketika ia berkata:


   Ibu adalah madrasah, lembaga pendidikan
   Jika Anda mempersiapkannya dengan baik

   Maka Anda telah mempersiapkan bangsa yang baik
   pokok pangkalnya.


Diantara aktivitas wanita ialah memelihara  rumah  tangganya

membahagiakan  suaminya, dan membentuk keluarga bahagia yang
tenteram  damai,  penuh  cinta  dan  kasih  sayang.   Hingga

terkenal   dalam  peribahasa,  "Bagusnya  pelayanan  seorang
wanita  terhadap   suaminya   dinilai   sebagai   jihad   fi

sabilillah."


Namun  demikian,  tidak berarti bahwa wanita bekerja di luar
rumah itu diharamkan syara'. Karena tidak  ada  seorang  pun

yang  dapat  mengharamkan  sesuatu  tanpa adanya nash syara'
yang sahih periwayatannya dan  sharih  (jelas)  petunjuknya.

Selain  itu, pada dasarnya segala sesuatu dan semua tindakan
itu boleh sebagaimana yang sudah dimaklumi.


Berdasarkan prinsip ini,  maka  saya  katakan  bahwa  wanita

bekerja  atau  melakukan aktivitas dibolehkan (jaiz). Bahkan
kadang-kadang ia dituntut dengan tuntutan sunnah atau  wajib

apabila ia membutuhkannya. Misalnya, karena ia seorang janda
atau diceraikan suaminya, sedangkan  tidak  ada  orang  atau

keluarga  yang  menanggung  kebutuhan  ekonominya,  dan  dia
sendiri dapat melakukan suatu usaha untuk mencukupi  dirinya

dari minta-minta atau menunggu uluran tangan orang lain.


Selain  itu, kadang-kadang pihak keluarga membutuhkan wanita
untuk   bekerja,   seperti   membantu   suaminya,   mengasuh

anak-anaknya atau saudara-saudaranya yang masih kecil-kecil,
atau membantu ayahnya yang sudah tua - sebagaimana kisah dua

orang  putri  seorang  syekh  yang  sudah  lanjut  usia yang
menggembalakan  kambing  ayahnya,  seperti  dalam  Al-Qur'an

surat al-Qashash:


"...  Kedua  wanita itu menjawab, 'Kami tidak dapat meminumi
(ternak   kami)    sebelum    penggembala-penggembala    itu

memulangkan  (ternaknya),  sedangkan bapak kami adalah orang
tua yang telah lanjut umurnya.'" (al-Qashash: 23)


Diriwayatkan  pula  bahwa  Asma'  binti  Abu  Bakar  -  yang

mempunyai dua ikat pinggang - biasa membantu suaminya Zubair
bin Awwam dalam mengurus kudanya, menumbuk biji-bijian untuk

dimasak,   sehingga   ia  juga  sering  membawanya  di  atas
kepalanya dari kebun yang jauh dari Madinah.


Masyarakat  sendiri   kadang-kadang   memerlukan   pekerjaan

wanita,  seperti  dalam  mengobati  dan  merawat orang-orang
wanita, mengajar anak-anak putri,  dan  kegiatan  lain  yang

memerlukan  tenaga  khusus  wanita.  Maka  yang utama adalah
wanita  bermuamalah  dengan  sesama  wanita,  bukan   dengan

laki-laki.


Sedangkan  diterimanya  (diperkenankannya) laki-laki bekerja
pada sektor wanita dalam beberapa hal  adalah  karena  dalam

kondisi  darurat  yang  seyogianya  dibatasi  sesuai  dengan
kebutuhan, jangan dijadikan kaidah umum.


Apabila  kita  memperbolehkan  wanita  bekerja,  maka  wajib

diikat dengan beberapa syarat, yaitu:


1. Hendaklah pekerjaannya itu sendiri disyariatkan. Artinya,
   pekerjaan itu tidak haram atau bisa mendatangkan sesuatu

   yang haram, seperti wanita yang bekerja untuk melayani
   lelaki bujang, atau wanita menjadi sekretaris khusus bagi

   seorang direktur yang karena alasan kegiatan mereka sering
   berkhalwat (berduaan), atau menjadi penari yang merangsang

   nafsu hanya demi mengeruk keuntungan duniawi, atau bekerja
   di bar-bar untuk menghidangkan minum-minuman keras - padahal

   Rasulullah saw. telah melaknat orang yang menuangkannya,
   membawanya, dan menjualnya. Atau menjadi pramugari di kapal

   terbang dengan menghidangkan minum-minuman yang memabukkan,
   bepergian jauh tanpa disertai mahram, bermalam di negeri

   asing sendirian, atau melakukan aktivitas-aktivitas lain
   yang diharamkan oleh Islam, baik yang khusus untuk wanita

   maupun khusus untuk laki-laki, ataupun untuk keduanya.


2. Memenuhi adab wanita muslimah ketika keluar rumah, dalam
   berpakaian, berjalan, berbicara, dan melakukan gerak-gerik.


   "Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman, 'Hendaklah

   mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan
   janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang

   (biasa) tampak daripadanya ...'" (an-Nur: 31 )


   "... dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui
   perhiasan yang mereka sembunyikan ..." (an-Nur: 31 )


   "... Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga

   berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan
   ucapkanlah perkataan yang baik" (al-Ahzab 32)


3. Janganlah pekerjaan atau tugasnya itu mengabaikan

   kewajibankewajiban lain yang tidak boleh diabaikan, seperti
   kewajiban terhadap suaminya atau anak-anaknya yang merupakan

   kewajiban pertama dan tugas utamanya.


Wabillahi aufiq.


Fatwa-fatwa Kontemporer
Dr. Yusuf Qardhawi

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India