Translate

Senin, 24 September 2012

KONSEP AQIDAH ASY’ARIYAH

Bismillah...

KONSEP AQIDAH ASY’ARIYAH

Konsep aqidah asy’ariyah merupakan jalan tengah (tawasuth) diantara kelompok-kelompok keagamaan yang berkembang dimasa itu. Yaitu kelompok Jabariyah dan Qadariyah yang dikembangkan oleh Mu’tazilah. Dalam membicarakan perbuatan manusia, keduanya saling berseberangan. Kelompok Jabariyah berpendapat bahwa seluruh perbuatan manusia diciptakan oleh Allah dan manusia tidak memiliki peranan apapun. Sedangkan kelompok Qadariyah memandang bahwa perbuatan manusia diciptakan oleh manusia itu sendiri terlepas dari Allah. Dengan begitu, bagi Jabariyah kekuasaan Allah adalah mutlak dan bagi Qadariyah kekuasaan Allah terbatas.
Sikap tawasuth ditunjukkan oleh Asy’ariyah dengan konsep al kasb (upaya). Menurut Asy’ari, perbuatan manusia diciptakan oleh Allah, namun manusia memiliki peranan dalam perbuatannya. Kasb (upaya) memiliki makna kebersamaan kekuasaan manusia dengan perbuatan Tuhan. Kasb juga memiliki makna kearifan dan bahwa manusia bertanggungjawab atas perbuatannya.

Dengan konsep kasb tersebut, aqidah Asy’ariyah menjadikan manusia selalu berusaha secara kreatif dalam kehidupan, akan tetapi tidak melupakan bahwa Tuhan_lah yang menentukan semuanya. Dalam konteks kehidupan sekarang, aqidah Asy’ariyah, paling memungkinkan dijadikan landasan memajukan bangsa. Dari persoalan ekonomi, budaya, kebangsaan samapai memecahkan persoalan kemanusiaan kekinian, seperti HAM, kesehatan, gender, ototnomi daerah dan lain sebagainya.

Sikap tasamuh (toleransi) ditunjukkan oleh Asy’ariyah dengan antara lain ditunjukkan dalam konsep kekuasaan mutlak Tuhan. Bagi Mu’tazilah, Tuhan wajib berlaku adil dalam memperlakukan makhluk_Nya. Tuhan wajib memasukkan orang baik ke dalam surge dan memasukkan orang jahat ke neraka. Hal ini ditolak oleh Asy’ariyah. Alasannya, kewajiban berarti telah menjadi pembatasan terhadap kekuasaan Tuhan, padahal Tuhan memiliki kekuasaan mutlak, tidak ada yang bisa membatasi kehendak dan kekuasaan Tuhan. Meskipun dalam al qur’an Allah berjanji akan memasukkan orang yang baik dalam surge dan orang jahat ke dalam neraka, namun tidak berarti kekuasaan Allah terbatasi. Segala keputusan tetap ada pada kekuasaan Allah.
Jika dalam paham Mu’tazilah posisi akal diatas wahyu, Asy’ariyah berpendapat wahyu diatas akal. Moderasi ditunjukkan oleh Asy’ariyah. Ia berpendapat bahwa meskipun wahyu diatas akal, namun akal tetap diperlukan dalam memahami wahyu. Jika akal tidak mampu memahami wahyu, maka akal harus tunduk dan mengikuti wahyu. Karena kemampuan akal terbatas, maka tidak semua yang terdapat dalam wahyu dapat dipahami oleh akal dan kemudian dipaksakan sesuai pendapat akal.

Dengan demikian, bagi Asy’ariyah rasionalitas tidak ditolak. Kerja-kerja rasional dihormati sebagai penerjemahan dan penafsiran wahyu dalam rangka untuk menentukan langkah-langkah ke dalam pelaksanaan sisi kehidupan manusia. Yakni bagaimana pesan-pesan wahyu dapat diterapkan oleh semua umat manusia. Inilah pengejewantahan dari pesan al qur’an bahwa risalah Islam adalah RAHMATAN LIL ‘ALAMIN. Namun, agar aspek-aspek rasionalitas itu tidak menyimpang dari wahyu, manusia harus mengembalikan seluruh kerja rasio dibawah control wahyu.

Masalah adanya sifat Allah, Mu’tazilah hanya mengakui sifat wujud Allah. Sementara Asy’ariyah berpendapat bahwa Allah memiliki sifat. Walaupun sifat tidak sama dengan dzat_Nya, tetapi sifat adalah qadim dan azali. Allah mengetahui, misalnya, bukan dengan pengetahuan_Nya, akan tetapi dengan sifat ilmu_Nya. Dalam mehami sifat Allah yang qadim ini, Asy’ariyah berpendapat bahwa kalam, satu missal, adalah sifat Allah yang qadim dan azali, karena itu al qur’an sebagai kalam Allah adalah qadim, al qur’an bukan makhluk. Jadi ia tidak diciptakan.

Disarikan dari buku Aswaja An Nahdliyah PWNU JATIM.
Wallahu a’lam bish shawab
salam Lintang Songo

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India