--------------------------
Adzan Jum'at dua (2) kali
Shalat jum’at di masjid NU akan terasa sedikit bernuansa Arab, sebelum khutbah dibacakan oleh khotib terlebih dahulu muadzdzin mengumandangkan adzan pertanda waktu telah masuk waktu dhuhur, namun didahului oleh bunyi suara ‘beduk’ yang telah dipukul dengan nada irama yang sangat khas.
Setelah itu para jama’ah akan melaksanakan shalat qabliyah jum’at 2 (dua) rakat atau 4 (empat) raka’at. Shalat sunnah ini sangat mujarab untuk mengatur barisan / shaf, karena secara otomatis para jama’ah akan mengisi shaf-shaf yang belum penuh dan rapi. Setalah melaksanakan shalat sunnah ini, maka Bilal akan menyampaikan pesan bertanda khotbah akan segera dilangsungkan dengan memegang tongkat dan pesan itu biasanya menggunakan bahasa Arab, meskipun tak jarang atau malah kebanyakan jama’ah tidak mengerti apa yang disampaikan oleh sang Bilal.
Setelah Bilal menyampaikan pesannya maka sang Khatib akan naik ke mimbar dengan menerima tongkat yang semula dipegang oleh Bilal dan Bilal_pun memanjatkan do’a bersamaan dengan naiknya Khotib ke mimbar, kemudian sang Khotib mengucapkan salam dan setelah itu sang Bilal akan mengumandangkan adzan untuk yang kedua kalinya. Hal ini sangat berbeda jika shalat jum’at di masjid yang lain (bukan masjid NU).
Dalil-dalil orang NU tentang adzan dua kali ini adalah
1. Dalil pertama
(Atsar) Muhammad bin Muqatil member tahu saya, ia (Muhammad bin Muqatil) juga menerima dari Abdullah, Abdullah diberi tahu Yunus dari Zuhry, dimana ia (Yunus) mengatakan dirinya mendengar Saib ibnu Yazid berkata : Sesungguhnya adzan hari jum’at itu awalnya ketika seorang imam duduk di atas mimbar, ini terjadi pada zaman Rasul, Abu Bakar, dan Umar. Ketika zaman khilafah Utsman, mereka memperbanyak perintah Utsman bahwa di hari jum’at dilaksanakan adzan ketiga, kemudian dilaksanakan adzan di Zaura’, dan ketetapan itu berlaku sampai sekarang.
(Lihat Bukhori Juz II hal 9 ; juga di Kawakib Duriyah Juz I hal 8)
2. Dalil Kedua
Di kitab Tanwirul Qulub ada keterangan seperti ini: Ketika kaum muslimin berkembang menjadi cukup banyak di zaman Utsman, ia memerintahkan mereka melaksanakan adzan lain di Zaura’, dan perintah itu berlaku hingga zaman sekarang. Adzan ini bukan bid’ah, karena praktik ini sudah ada di zaman Khulafaur Rasyidin. Ada sabda Rasul yang menegaskan: Kalian hendaknya tetap pada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin.
(Ahkamul Fuqaha’ Juz II hal 136)
3. Dalil Ketiga
Apa yang dikerjakan pada zaman Utsman sudah menjadi ijma’ kaum muslimin karena mereka tidak dapat menolaknya.
Wallahu a’lam bish shawab
Salam Lintang Songo
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=404467852901865&set=a.339404839408167.104534.338089252873059&type=3
0 komentar:
Posting Komentar