Translate

Senin, 24 September 2012

Mengangkat Pemimpin Dalam Islam

Seri Memahami Tradisi Orang-Orang NU
------------------------------------------
Mengangkat Pemimpin
(Materi oleh KH. Munawir Abdul Fattah)

Orang-orang NU yang berpendidikan umumnya memahami betul ayat “Athi’ullaha wa athi’ur Rasul wa Ulil Amri Minkum”. Siapa pun orang yang menjadi kepala pemerintahan harus ditaati. Dijelaskan dalam hadits, walaupun yang memerintah kamu orang berkulit hitam dan berambut anggur, apapun warna kulit, apapun suku, ras dan agamanya harus ditaati. Tidak boleh dikhianati, diprovokasi selama ia melindungi, mengayomi, memperjuangkan hak-hak rakyat, tidak melanggar hak-hak asasi manusia, dan yang paling penting ia tidak menghalang-halangi beribadah kepada Allah.

Di negara seperti Indonesia yang mayoritas muslim, sudah tentu kita mencari pemimpin yang muslim, cerdas, pandai, sempurna anggota badannya, jujur, adil dan memikirkan rakyat. Dan jika harus memilih maka lebih baik mempunyai pemimpin yang bodoh tetapi jujur daripada pemimpin yang pandai tetapi koruptor.

Dalil-dalil yang dipakai orang NU adalah :
1. Dalil Pertama

Dari sudut pandang agama, bukan saja logika seperti yang dianut golongan mu’tazilah, seorang imam (pemimpin) harus memperjuangkan kemaslahatan rakyat seperti membuat batas negara, membentuk anggakatan bersenjata, memerangi kesewang-wenangan, memberantas korupsi dan perampokan-perampokan. Hal semacam ini telah terjadi dikalangan umat islam generasi awal ketika mereka memilih imam setelah wafatnya Rasulullah, dan masalah ini tampak menjadi paling penting.

(Mawahibush Shamad bi Hamasy Syarh Al Zubad Ghayatil Bayan, hal 17)

2. Dalil Kedua

Syarat menjadi pemimpin: pandai, muslim, adil, laki-laki, kreatif, pemberani, cerdas, cukup, kaya, sempurna pendengaran, sempurna penglihatan, lancar bicara, sempurna anggota badan dari yang mengurangi aktivitas, cepat ambil inisiatif. Bila tidak lengkap syarat diatas diambil minimalitasnya, sehingga kalimat… diambil urut sesuai urutan diatas. Pemimpin yang bodoh tapi adil lebih baik dari pemimpin pandai tapi fasik (suka melanggar agama). Tidak ada persyaratan bagi seorang pemimpin bahwa ia harus bersih dari dosa, harus keturunan Hasyimiyan, Alawiyah atau harus orang yang paling pandai, tapi boleh memilih pemimpin yang punya kekurangan dan kelebihan, jangan memilih pemimpin yang menonjol kefasikannya.

(Syarh Al Zubad Ghayatil Bayan, hal 17)

3. Dalil Ketiga

Yang penting ialah: setiap keputusan yang diambil pemimpin harus punya landasan kuat, walaupun ia sendiri bodoh atau fasik, asal tidak menelantarkan urusan kaum muslimin.

(Kifayatul Akhyar, Juz II, hal 159)

Wallahu A’lam Bish Shawab
Salam Lintang Songo

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India