Oleh: Hasya Oim
Sekilas Tentang Syi'ah Bag-1
Setelah wafatnya Rasulullah saw. umat Islam saat itu mayoritas sepakat
untuk menunjuk seorang khalifah (pengganti Rasulullah saw.) hanya
sebagian kelompok saja yang yang berpendapat (mu’tazilah dan khawarij),
bahwa khalifah tidak harus didirikan jika keadaan umat islam sudah
baik.
Pada titik inilah, akhirnya setelah umat Islam ditinggal
Rasulullah saw. umat Islam berselisih paham dan semakin meruncing.
Jumhurul Ulama (Mayoritas Ulama) sepakat, bahwa khalifah pengganti
Rasulullah adalah berurutan mulai S. Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali.
Sementara itu, ada beberapa kelompok yang tidak sepakat tentang hal ini.
tidak ada implikasi hukum pasti, jika sebatas perbedaan pendapat, namun
jika sampai menyalahkan pendapat lain (bahkan mengatakan pndapat lain
adalah sesat) maka letak Islam sebagai Rahmat bagi seluruh Umat tidak
dapat tercapai.
To the point.. Syiah tidak muncul
secara tiba-tiba. sikap syiah mencintai Ali dan keluiarganya secara
berlebih-lebihan ini memiliki rantai sejarah yang berliku. Tanpa
membahas lebih jauh tentang munculnya syiah, sebenarnya terjadi
perbedaan siapakah pelopor ediologi (ghuluw) mencintai Ali dan
keluarganya secara berlebihan. Para sejarawan secara umum sepakat,
benih ediologi Syi’ah pertama kali dihembuskan oleh “Abdullah bin Saba’ “
seorang yang dahulunya Yahudi. Sebagaian ulama Syiah kontemporer
(kekinian) mengingkari keberadaan Abdullah bin Saba’ dalam sejarah
Syiah, salah satunya Muhammad Husein Ali Kasyif al-Ghitha’ (Penulis
Syi’ah Kontemporer), dan Abdullah al-Askari. Padahal, tokoh Syi’ah
dahulu (seperti Sa’ad al-Qumi, An-Nubakhti dan al-Kasyi, Ahmad bin Abi
Ya’qub dan lain-lain), yang mereka hormati justru mengakui keberadaan
dan peran Abdullah bin Saba’ dalam pergerakan ediologi syi’ah ini. Tokoh
yang terkenal dengan bapak Sosiologi Muslim, Ibnu Khaldun juga
menyebutkan Abdullah bin Saba’ yang dikenal degan abu Sauda’, dia
menegaskan bahwa Abdullah bin Saba’ adalah orang yahudi yang masuk Islam
pada masa Khalifah Ustman bin Affan, namun tidak mencerminkan sebagai
seorang muslim.
Sebelumnya, Abdullah bin Saba’ dan
para musuh Islam, mereka telah dipecundangi oleh umat Islam, berlanjut
pada masa Khalifah Ustman bin Affan, mereka seakan menemukan momentum
untuk melakukan pembalasan kepada umat Islam. Dimulai dari propaganda
dengan menyebarkan akidah yang diadopsi dari yahudi, seprti al-Washi
(yaitu pemahaman bahwa setiap utusan –dalam keyakinan yahudi- setelah
meninggal, memiliki wakil yang ditentukan oleh utusan itu sendiri),
akidah ini dikembangkan ditengah-tengah masyarakat. Menurutnya, Nabi
Muhammad saw. sebenrnya memiliki al-Washi, dan Ali bin Abi Thalib yang
sebenarnya yang menjadi al-Washi dari Nabi. Kemduian berlanjut pada
propaganda lain, dengan menyebarkan sikap anti Utsman (anti
pemerintahan) khususnya dikalangan masyarakat kufah. Dan lain
sebagainya.
Disarikan dari berbagai kitab, Tarikhu
al-Umam wa al-Muluk, karangan Ibnu Jarir al-Thabari, Muqaddimah,
karangan Ibnu Khaldun, Mungkinkah Syiah dan Sunni bersatu, PP. Sidogiri.
Sumber: http://www.facebook.com/groups/channelnahdliyin/permalink/474544679263356/
Posted in: Firqoh Syi'ah
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Bagikan ke X
Berbagi ke Facebook
Oleh: Hasya Oim
Setelah wafatnya Rasulullah saw. umat Islam saat itu mayoritas sepakat untuk menunjuk seorang khalifah (pengganti Rasulullah saw.) hanya sebagian kelompok saja yang yang berpendapat (mu’tazilah dan khawarij), bahwa khalifah tidak harus didirikan jika keadaan umat islam sudah baik.
Pada titik inilah, akhirnya setelah umat Islam ditinggal Rasulullah saw. umat Islam berselisih paham dan semakin meruncing. Jumhurul Ulama (Mayoritas Ulama) sepakat, bahwa khalifah pengganti Rasulullah adalah berurutan mulai S. Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Sementara itu, ada beberapa kelompok yang tidak sepakat tentang hal ini. tidak ada implikasi hukum pasti, jika sebatas perbedaan pendapat, namun jika sampai menyalahkan pendapat lain (bahkan mengatakan pndapat lain adalah sesat) maka letak Islam sebagai Rahmat bagi seluruh Umat tidak dapat tercapai.
To the point.. Syiah tidak muncul secara tiba-tiba. sikap syiah mencintai Ali dan keluiarganya secara berlebih-lebihan ini memiliki rantai sejarah yang berliku. Tanpa membahas lebih jauh tentang munculnya syiah, sebenarnya terjadi perbedaan siapakah pelopor ediologi (ghuluw) mencintai Ali dan keluarganya secara berlebihan. Para sejarawan secara umum sepakat, benih ediologi Syi’ah pertama kali dihembuskan oleh “Abdullah bin Saba’ “ seorang yang dahulunya Yahudi. Sebagaian ulama Syiah kontemporer (kekinian) mengingkari keberadaan Abdullah bin Saba’ dalam sejarah Syiah, salah satunya Muhammad Husein Ali Kasyif al-Ghitha’ (Penulis Syi’ah Kontemporer), dan Abdullah al-Askari. Padahal, tokoh Syi’ah dahulu (seperti Sa’ad al-Qumi, An-Nubakhti dan al-Kasyi, Ahmad bin Abi Ya’qub dan lain-lain), yang mereka hormati justru mengakui keberadaan dan peran Abdullah bin Saba’ dalam pergerakan ediologi syi’ah ini. Tokoh yang terkenal dengan bapak Sosiologi Muslim, Ibnu Khaldun juga menyebutkan Abdullah bin Saba’ yang dikenal degan abu Sauda’, dia menegaskan bahwa Abdullah bin Saba’ adalah orang yahudi yang masuk Islam pada masa Khalifah Ustman bin Affan, namun tidak mencerminkan sebagai seorang muslim.
Sebelumnya, Abdullah bin Saba’ dan para musuh Islam, mereka telah dipecundangi oleh umat Islam, berlanjut pada masa Khalifah Ustman bin Affan, mereka seakan menemukan momentum untuk melakukan pembalasan kepada umat Islam. Dimulai dari propaganda dengan menyebarkan akidah yang diadopsi dari yahudi, seprti al-Washi (yaitu pemahaman bahwa setiap utusan –dalam keyakinan yahudi- setelah meninggal, memiliki wakil yang ditentukan oleh utusan itu sendiri), akidah ini dikembangkan ditengah-tengah masyarakat. Menurutnya, Nabi Muhammad saw. sebenrnya memiliki al-Washi, dan Ali bin Abi Thalib yang sebenarnya yang menjadi al-Washi dari Nabi. Kemduian berlanjut pada propaganda lain, dengan menyebarkan sikap anti Utsman (anti pemerintahan) khususnya dikalangan masyarakat kufah. Dan lain sebagainya.
Disarikan dari berbagai kitab, Tarikhu al-Umam wa al-Muluk, karangan Ibnu Jarir al-Thabari, Muqaddimah, karangan Ibnu Khaldun, Mungkinkah Syiah dan Sunni bersatu, PP. Sidogiri.
0 komentar:
Posting Komentar